ETIKA KOMUNIKASI DALAM BERBAHASA
A.
Pengertian
Etika Komunikasi
Dalam
kehidupan bermasyarakat terdapat suatu sistem yang mengatur tata cara manusia
bergaul. Tata cara pergaulan untuk saling menghormati biasa kita kenal dengan
sebutan sopan santun. Tata cara pergaulan bertujuan untuk menjaga kepentingan
komunikator dengan komunikan agar merasa senang, tentram, terlindungi tanpa ada
pihak lain yang dirugikan kepentingannya dan perbuatan yang dilakukan sesuai
dengan adat kebiasaan yang berlaku serta tidak bertentangan dengan hak asasi.
Secara
umum tata cara pergaulan, aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam
bermasyarakat dan menentukan nilai baik dan nilai tidak baik disebut sebagai etika.
Etika berasal dari kata ethikus dan dalam bahasa Yunani disebut ethicos yang
berarti kebiasaan norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran
baik dan buruk tingkah laku manusia.
Jadi,
etika komunikasi adalah norma, nilai, atau ukuran tingkah laku baik dalam
kegiatan komunikasi di suatu masyarakat. Adapun arti etika dari segi
istilah, telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai
dengan sudut pandangnya, yaitu:
·
Menurut Ahmad Amin mengartikan etika adalah
ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di
dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang
seharusnya diperbuat
·
Menurut Encyclopedia Britanica, etika
dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu studi yang sitematik mengenai sifat
dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah, dan
sebagainya.
Dari definisi etika diatas,
dapat diketahui bahwa “etika”
berhubungan dengan empat hal sebagai berikut:
1. Dilihat
dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan
oleh manusia.
2. Dilihat
dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai
hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak, absolute dan tidak pula
universal. Ia terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan dan
sebagainya. Selain itu, etika juga memanfaatkan berbagai ilmu yang memebahas
perilaku manusia seperti ilmu antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik,
ilmu ekonomi dan sebagainya.
3. Dilihat
dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap
terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan
tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya.
Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah
perilaku yang dilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengacu kepada pengkajian
sistem nilai-nilai yang ada.
4. Dilihat
dari segi sifatnya, etika bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan
tuntutan zaman.
Etika adalah cabang dari
aksiologi, yaitu ilmu tentang nilai, yang menitikberatkan pada pencarian salah
dan benar atau dalam pengertian lain tentang moral dan immoral.
Tugas etika, tidak lain
berusaha untuk mengetahui hal yang baik dan yang dikatakan buruk. Sedangkan
tujuan etika, adalah agar setiap manusia mengetahui dan menjalankan perilaku,
sebab perilaku yang baik itu bukan saja penting bagi dirinya saja, tapi juga
penting bagi orang lain, bagi masyarakat, bagi bangsa dan Negara, dan yang
terpenting bagi Allah swt.
Setelah menjelajahi
etimologi kata “etika”, mari kita berusaha menyingkap arti etika secara lebih
konprehensif.
·
Pertama,
secara konprehensif kata “etika”
dapat dimaknai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi
pegangan moral bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya.
·
Kedua,
kata “etika” juga dapat diartikan
sebagai kumpulan asas atau nilai moral, yang sering disebut sebagai kode etik,
seperti kode etik periklanan yang Indonesia yang dikeluarkan oleh Persatuan
Perusahaan Periklanan Indonesia, kode etik jurnalistik yang berasal dari berbagai
organisasi jurnalis, kode etik kehumasan, kode etik penyiaran dan sebagainya.
·
Ketiga,
kata “etika” dapat berarti pula
sebagai ilmu yang mempelajari mengenai hal yang baik dan buruk dalam
masyarakat.
Sistematika Etika
Secara umum, menurut A.
Sonny Kreaf (1993: 41), etika dapat dibagi menjadi dua bagian:
1. Etika
Umum yang membahas kondisi dasar bagaimana manusia bertindak etis, dalam
mengambil keputusan etis, dan teori etika serta mengacu pada prinsip moral
dasar yang menjadi pegangan dalam bertindak dan tolok ukur atau pedoman untuk
menilai baik atau buruknya suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau
kelompok orang.
2. Etika
Khusus yaitu penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang khusus, yaitu
bagaimana mengambil keputusan dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari pada
proses dan fungsional dari suatu organisasi. Etika khusus dibagi menjadi dua
bagian yaitu, Etika individual menyangkut kewajiban dan perilaku manusia
terhadap dirinya sendiri. Etika sosial berbicara mengenai kewajiban, sikap, dan
perilaku sebagai anggota masyarakat yang berkaitan dengan nilai-nilai sopan
santun, tata krama dan saling menghormati.
B.
Macam-macam
Etika
Etika
terbagi atas tiga macam, yaitu:
a.
Etika
Deskriptif
Etika
deskriptif sebagai sebuah pendekatan dalam etika berusaha melukiskan tingkah
laku moral dalam arti luas, seperti adapt kebiasaan, anggapan-anggapan tentang
mana yang baik dan mana yang buruk, tindakan apa yang diperbolehkan dan
tindakan yang dilarang. Etika deskriptif lebih menekankan pada usaha untuk mempelajari
mengenai moralitas yang terdapat dalam individu-individu tertentu, dalam
kebudayaan-kebudayaan serta subkultur-subkultur (subcultures) tertentu dalam
periode sejaran tertentu pula.
Sesuai
kata “deskritif” yang melekat pada istilah etika deskriptif, maka pendekatan
pada bidang etika ini hanya memberi gambaran atau melukiskan semata tanpa
memberi penilaian. Misalnya, etika deskriptif yang menggambarkan mengenai adapt
mengayau kepala manusia pada masyarakat yang ada disuku-suku pedalaman, tanpa
memberi penilaian apakah adat seperti itu harus diterima atau ditolak.
b.
Etika
Normatif
Etika
normatif bukan sekedar menggambarkan norma-norma dimasyarakat namun juga
memberi penilaian mengenai baik atau tidaknya norma tersebut. Sehingga bisa
kita simpulkan bahwa etika normatif menanggalkan sikap netral yang dianut oleh
sikap etika deskriptif. Lebih jauh etika normatif bukan lagi deskptif melainkan
preskriptif (memerintahkan) dan menentukan baik atau tidaknya adat, nilai,
norma, dan perilaku.
Etika
normatif terbagi dalam dua ranah kajian yaitu etika umum dan etika khusus.
Etika umum mengkaji tema-tema umum dalam etika seperti: apa itu norma etis ?
jika banyak norma etis, bagaimana relasinya dengan kita sebagai manusia ?
sedangkan etika khusus lebih mengkaji tema yang berhubungan dengan penerapan
prinsip-prinsip etis yang umum dengan perilaku manusia. Dengan redaksional yang
lain, dalam etika khusus itu prinsip normatif dikaitkan dengan premis faktual
untuk sampai pada kesimpulan etis yang bersifat normatif juga.
c.
Metaetika
Kata
“meta”dalam bahasa Yunani berarti melebihi atau melampaui. Terminologi disini
bukanlah moralitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan kita dibidang
moralitas. Metaetika sendiri oleh para filsuf dimasukkan dalam filsafat
analitis, suatu aliran yang penting dalam filsafat yang berkembang pesat diabad
20 M dengan dipelopori oleh George Moore, seorang filsuf dari Inggris (Bertens,
2005:19). Jika etika normatif hanya mempelajari mengenai perilaku moral dan
memberi penilaian, maka metaetika lebih menekankan pada refleksi mengenai
terminologi dan bahasa yang kita gunakan saat beragumentasi.
Etika
didefenisikan sebagai studi tentang sifat umum moral dan pilihan-pilihan moral
spesifik yang harus dibuat seseorang. Etika menyangkut pilihan-pilihan komunikasi
sehingga, dengan memeriksa dan lebih menyadari nilai-nilai kita sendiri, kita
lebih bertanggung jawab atas konsekuensi tindakan kita.
Kita
semua mungkin telah menjadi korban perilaku tindakan etis. Meskipun demikian,
kita agaknya lebih peka ketika kita menjadi sasaran komunikasi tidak etis
daripada ketika kita menjadi pelakunya. Kadang-kadang kita sekedar merasa
bersikap lugas, padahal orang lain merasa “dimanfaatkan”. Bowie berpendapat
bahwa yang menjadi pokok masalahnya adalah “suatu prinsip moral yang mendasar,
prinsip penghormatan terhadap orang-orang lain”.
Prinsip-prinsip
utama etika yang dikemukakan para pemikir barat dan kemudian menelaah beberapa
isu yang muncul dalam banyak konteks komunikasi yang berlainan.
C.
Etika
dan Etiket
Kata yang sering dianggap
serupa maknanya dengan kata “etika”
adalah kata “etiket”. Mungkin karena
intonasinya yang serupa kemudian keduanya dengan mudahnya dipercampuradukkan,
padahal keduanya memilliki makna yang berbeda. Etika disini dipahami sebagai
moral, sedangkan etiket hanya dikaitkan dengan sopan santun.
Menurut K.Bertens, etika dan etiket dapat di bedakan sebagai berikut:
1)
Menyangkut cara sesuatu yang dilakukan oleh
manusia. Etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan, namun
etika juga mencakup pemberian norma terhadap perbuatan itu sendiri.
2)
Etiket hanya berlaku dipergaulan, jika tidak
ada orang yang menjadi saksi maka etiket tidak berlaku. Etika berlaku tidak
tergantung pada hadir tidaknya orang.
3)
Etiket bersifat relatif. Etika bersifat jauh lebih
absolute atau mutlak dibanding etiket.
4)
Etiket hanya memandang manusia dari sisi
lahiriah semata. Etika menyangkut sisi lahir maupun batin manusia.
5)
Etiket menetapkan cara untuk melakukan
perbuatan benar sesuai dengan yang diharapkan. Etika adalah niat, apakah
perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai dengan akibatnya.
6)
Etiket adalah formalitas (lahiriah), tampak dari
sikap luarnya penuh dengan sopan santun dan kebaikan. Etika adalah nurani
(batiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang timbul dari kesadaran
dirinya.
D.
Etika
Dan Etiket Yang Baik Dalam Komunikasi
Berikut
di bawah ini adalah beberapa etika dan etiket dalam berkomunikasi antar manusia
dalam kehidupan sehari-hari :
1.
Jujur
tidak berbohong
2.
Bersikap
Dewasa tidak kekanak-kanakan
3.
Lapang
dada dalam berkomunikasi
4.
Menggunakan
panggilan / sebutan orang yang baik
5.
Menggunakan
pesan bahasa yang efektif dan efisien
6.
Tidak
mudah emosi / emosional
7.
Berinisiatif
sebagai pembuka dialog
8.
Berbahasa
yang baik, ramah dan sopan
9.
Menggunakan
pakaian yang pantas sesuai keadaan
10. Bertingkahlaku yang baik
E.
Teknik
Komunikasi Yang Baik
§ Menggunakan kata dan kalimat yang
baik menyesuaikan dengan lingkungan.
§ Gunakan bahawa yang mudah dimengerti
oleh lawan bicara.
§ Menatap mata lawan bicara dengan
lembut.
§ Memberikan ekspresi wajah yang ramah
dan murah senyum.
§ Gunakan gerakan tubuh / gesture yang
sopan dan wajar.
§ Bertingkah laku yang baik dan ramah
terhadap lawan bicara.
§ Memakai pakaian yang rapi, menutup
aurat dan sesuai sikon.
§ Tidak mudah terpancing emosi lawan
bicara.
§ Menerima segala perbedaan pendapat
atau perselisihan yang terjadi.
§ Mampu menempatkan diri dan
menyesuaikan gaya komunikasi sesuai dengan karakteristik lawan bicara.
§ Menggunakan volume, nada, intonasi
suara serta kecepatan bicara yang baik.
§ Menggunakan komunikasi non verbal
yang baik sesuai budaya yang berlaku seperti berjabat tangan, merunduk, hormat,
ces, cipika cipiki (cium pipi kanan - cium pipi kiri)
F.
Fungsi
Bahasa Baku dalam Komunikasi Berbahasa
Bahasa baku mendukung empat
fungsi. Di dalam Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia (1988:14-15) lebih lanjut dinyatakan bahwa fungsi bahasa baku
meliputi hal-hal berikut: (1) Fungsi pemersatu, (2) fungsi pemberi kekhasan,
(3) fungsi pembawa kewibawaan, (4) fungsi sebagai kerangka acuan.
Berbicara memerlukan bahasa sebagai
alat komunikasi dan berinteraksi antara penutur dan mitra tutur. Untuk dapat
berbahasa dengan santun dan dengan perilaku yang sesuai dengan etika berbahasa,
tentunya harus terpenuhi persyaratan bahwa kita telah dapat menguasai bahasa
dengan baik. Bahasa itulah yang nantinya yang akan digunakan oleh para
penuturnya untuk berkomunikasi atau berinteraksi.
Mengingat penggunaan bahasa
Indonesia tidaklah seragam, alias beragam, maka bahasa baku diharapkan dapat
menghubungkan semua penutur berbagai dialek bahasa. Apabila hal tersebut dapat
terwujud, bahasa baku dapat mempersatukan mereka ke dalam masyarakat bahasa dan
meningkatkan proses identifikasi penutur orang-seorang dengan seluruh
masyarakat itu, maka fungsi pertama bahasa baku dapat dikatakan sudah terwujud.
Di
samping ragam bahasa Indonesia yang banyak itu, bahasa baku merupakan salah
satu ragamnya. Ragam bahasa baku akan berbeda dengan bahasa lainnya. Perbedaan
tersebut akan member warna atau corak tersendiri terhadap bahasa tersebut. Hal
semacam ini menunjukkan bahwa bahasa baku dapat berfungsi sebagai pemberi
kekhasan. Bahasa baku dapat memperkuat perasaan kepribadian nasional
masyarakat.
Fungsi
bahasa baku sebagai pembawa kewibawaan sangat terasa apabila kita dapat
memiliki bahasa baku tersebut. Berdasarkan pengalaman sudah dapat disaksikan di
beberapa tempat bahwa penutur yang mahir berbahasa Indonesia dengan baik dan
benar memperoleh wibawa di mata orang lain. Pemilikan bahasa baku ini pen telah
meningkatkan wibawa kita di masyarakat luar.
Pada
saat berbahasa kita menghadapi suatu kenyataan bahwa situasi berbahasa yang
dihadapi itu pun beragam pula. Sudah dikemukaka, kita harus dapat menyesuaikan
penggunaan ragam bahasa itu dengan situasi yang dihadapi. Penggunaan bahasa
Indonesia yang memperhatikan situasinya itulah yang dinamakan penggunaan bahasa
yang baik.
Dengan adanya norma dan
kaidah yang di kodifikasikan dengan jelas, bahan baku dapat menjalankan
fungsinya yang keempat, sebagai kerangka acuan.
Dengan
norma dan kaidah yang jelas, maka pemakaian bahasa Indonesia dapat di ukur.
Bahan baku juga dapat berfugsi sebagai kerangka acuan estetika, yang tidak saja
terbatas pada bidang sastra, tetapi bagi hal-hal lainnya, seperti: permainan
kata, iklan, dan tajuk berita, serta karya ilmiah.